Cerita Pendek : The Sea Has Neither Meaning Nor Pity

Oleh

admin

Contoh Teks Novel Sejarah : The Sea Has Neither Meaning Nor Pity 

Cerita Ini Hanya Fiktif Belaka. Jika Ada Kesamaan Nama Tokoh, Tempat Kejadian Ataupun Cerita, Itu Adalah Kebetulan Semata Dan Tidak Ada Unsur Kesengajaan

Pelaut indonesia disandera pembajak di laut Natuna

Banyak orang yang menyukai pemandangannya. Berkata-kata indah tentang tiap sudut yang tak terhingga luasnya. Ada pula yang menyimpan dendam pada tiap desir ombaknya. Aku sedang membicarakan tentang tempat itu. Iya, lautan.

Ah, benar aku memiliki seorang teman baik yang memiliki dendam terhadap tempat itu. Namanya Iluka. Dia pernah bilang padaku bahwa ia benci namanya, beserta arti yang menyertainya. Pernah kutanyai kenapa ia tak mengganti saja namanya jika ia memang membencinya, tapi dia hanya bilang bahwa itu adalah hal yang mustahil. Katanya karena nama itu pemberian seseorang yang amat sangat berharga untuknya.  Ayahnya.

Ayah Iluka –mari kita sebut saja Sagara- sangat mencintai lautan. Dia menuruni profesi ayahnya, menjadi pelaut. Berlayar ditengah laut, lalu kembali ke rumah menemui orang-orang yang dicintainya. Sagara juga berusaha menurunkan ke-cinta laut-an ini pada putrinya Iluka.

Saat Iluka masih belia, ia memiliki semangat dan tekad membara untuk menjadi seperti ayahnya, panutannya . Amat menggemaskan dan cerdas, seperti permata dari keluarga kecil Sagara yang berbahagia hidup mencintai lautan.

Di suatu malam saat Iluka berumur sekitar 7-8 tahun, keluarga Sagara berkumpul di ruang tengah rumah sederhana mereka. Seperti biasa, ada istrinya yang menikmati waktu dengan membuat kerajinan tangan, Sagara yang membacakan dongeng pada Iluka, dan Iluka yang mendengarkan ayahnya.

“Dulu sekali, hidup seorang nelayan yang baik hati. Karena kebaikan hatinya, Sang Pencipta menganugerahinya tangkapan dan keuntungan yang banyak. Awalnya, si nelayan mensyukuri hal itu. Tapi lama kelamaan,…

Si nelayan menjadi tamak. Menginginkan lebih banyak tangkapan dan lebih banyak keuntungan. Sampai akhirnya, Sang Pencipta murka. Si nelayan tidak lagi baik hati, ia hanya menjilat dan merugikan orang lain.”

“Hingga pada suatu hari, badai datang. Tidak ada yang berani berlayar. Tetapi si nelayan terus memikirkan keuntungannya dan tetap berlayar mencari tangkapan. Makhluk-makhluk  laut berusaha menegurnya. Tapi si nelayan, entah bagaimana pikiran akan keuntungan bisa menguasai dirinya,” Sagara memberi jeda pada ceritanya.

“Lalu bagaimana, Yah ?” tanya Iluka.

“Akhirnya, perahu si nelayan terbalik dan menenggelamkan dirinya beserta ketamakannya.” Sagara mengakhiri dongengnya. “Jadi, menurut Iluka apa yang bisa dipelajari dari kisah si nelayan ini ?”

“Eum, jangan tamak ?”

“Yap. Satu lagi, Iluka tau ?”
“Apa, Yah ?”
“Ketika kita hanya memikirkan keuntungan tanpa memikirkan apa yang akan terjadi saat kita berusaha mendapat keuntungan tersebut, mungkin kita akan berakhir seperti si nelayan. Bagaimana menurut Iluka nak?” Sagara tersenyum melihat Iluka yang tampak berusaha mencerna perkataannya.

“Ah, Iluka ‘kan, pintar. Mau sekarang ataupun nanti, Iluka pasti bisa mengerti apa yang Ayah katakan tadi.” Kali ini, Iluka dan ibunya tersenyum membenarkan hal itu.

Yah, setidaknya itulah salah satu momen keluarga Sagara yang Iluka ceritakan padaku. Dia bilang itu terjadi jauh sebelum kejadian menyedihkan keluarganya.

Bertahun-tahun setelah itu, semua berjalan sesuai rencana yang semestinya. Sampai akhirnya, ketika kapal-kapal asing dari negara seberang menerobos perbatasan lautan. Bersikeras mencari tangkapan di laut yang bukan wilayah mereka. Sagara dan teman-temannya sudah berusaha membuat kapal-kapal itu pergi. Mereka memang pergi, walaupun kembali juga.

Untuk yang kedua kali ini, Sagara dan teman-teman agak kewalahan. Badan Keamanan Laut juga sudah mengerahkan kapal untuk meminta kapal asing itu pergi dari lautan yang bukan wilayah mereka. Tapi kapal asing itu bersikukuh bahwa mereka hanya berlayar di wilayah mereka.

Ah, ini bagian yang agak buruknya. Entah dapat ide darimana, para pembajak itu menyandera Sagara dan teman-temannya. Memberikan para sanderanya makan makanan sisa, pun tidak diperbolehkan melihat dunia luar. Astaga, aku bahkan tidak tahan melihat makanan yang nampak layaknya muntahan itu. Beberapa dari teman-teman Sagara wafat karena kelaparan dan dibuang di laut. Sagara –entah bagaimana bisa, bertahan. Mungkin karena memikirkan Iluka, ataupun mungkin saja ada awak kabin yang berbaik hati memberikannya makanan yang layak dan aku harap memang ada orang yang seperti itu baiknya.

Sungguh malang keluarga Sagara. Namun perjuangan Sagara tidak sia-sia karena akhirnya ia bertemu dengan keluarganya,walau tak lama setelah itu ia ditenggelamkan karena adanya bukti-bukti yang nampaknya palsu itu telah dimanipulasi dan menujukkan bahwa ia telah berkomplot dengan kapal asing itu. Istrinya bunuh diri dengan menyeburkan diri ke laut karena merasa belahan jiwanya sudah tak ada lagi. Iluka berakhir sendiri, merantau ke kota setelah menerima sedikit bantuan dari tetangga yang masih peduli padanya.

Obrolan kami terjeda saat itu. Aku dan Iluka sama-sama menghela nafas. Anak ini… pantas saja ia benci lautan, tapi juga tak bisa menghapusnya dari kehidupannya. Lautan adalah tempat ia tumbuh bahagia dengan keluarganya, tapi juga tempat yang membuat ia menangisi kejadian yang terjadi disana.

“Kamu… hebat banget Iluka udah bisa bertahan sampai saat sini.” kataku pada Iluka.

“Aku benar-benar membenci lautan. Kalau aja Ayahku tidak menyukai lautan, mungkin dia tidak akan tinggal dekat laut. Mungkin dia juga tidak  menjadi pelaut. Dan mungkin, dia nggak bakal difitnah sampai ditenggelamkan di laut,” ucap Iluka. Aku termenung. Iluka menatap ke depan dengan tatapan kosong. Aku mengusap bahunya menguatkan.

“Kamu tau, aku pernah benar-benar mau pergi. Agar semakin mudah bagiku untuk menghilangkan semua bekas luka yang bahkan belum mengering ini, ingin rasanya aku menyusul Ayah dan Bunda. Tapi aku juga belum pernah benar-benar bisa ngelakuin itu. Karena aku selalu inget semua kata-kata Ayah, termasuk waktu dia bilang bahwa dalam hidup aku harus apakah hal itu akan menguntungan bagiku dan cara apa yang harus aku tempuh untuk mendapatkan keuntungan itu.”

“Ah, yang waktu Ayah kamu bacain dongeng yaa,” Iluka mengangguk.

“Tiap kali mau nyerah, aku mikir, ‘Seenggaknya, kalaupun aku harus merasakan lebih banyak rasa sakit lagi, aku bisa buktiin ke lautan dan Tuhan kalau aku kuat menghadapi semua rasa sakit itu. Bukti kalau kekuatan gue dalam menghadapi rasa sakit lebih besar dari rasa sakit yang Dia kasih’.”

“Iluka, kamu benar-benar lebih dari hebat.”

“Thanks. Makasih juga udah mau dengerin cerita aku. Kamu tau, Em, kalau aku milih pergi sebelum ketemu orang-orang baik kayak kamu, mungkin aku akan sangat menyesal. Beneran.” Aku tertawa kecil.

“Dunia nggak pernah kehilangan orang baik, Iluka. Kalau nggak ketemu aku,  kamu akan ketemu orang baik lainnya. Kalau nggak ketemu orang baik lainnya itu, maka kamu yang harus jadi orang baiknya.” Kali ini, entah kenapa Iluka malah tertawa kecil.

“Aku masih belum yakin kalau aku bisa jadi orang baik, Em. Tapi aku rasa, aku akan tetap berusaha buat bisa berbuat baik walaupun ke orang jahat.” Ah, ada benarnya juga. Dunia memang benar-benar tentang sudut pandang.

“Btw, udah malem nih. Cerita kita juga udah nembus halaman ke-lima. Kayaknya, kamu harus balik dulu deh, Em. Ntar kalau kamu makin lama nyerocos disini, halamannya makin panjang.”

“Lah iya bener  juga. Yaudah, deh. See you, Iluka.”

“See you too, Em.”

Dan ya, bagaimana jika kita akhiri disini saja ? Iya ataupun tidak, sampai jumpa-!

~~TAMAT~~

Pengarang Anisa Razak Khairina
Instagram @saaaa.rk

YUK, Bagikan juga cerita hasil karanganmu di CariPengetahuan-Id. Caranya, kirim file karangan kamu dalam bentuk word atau Pdf ke email [email protected]. Dan jangan lupa cantumkan juga URL instagran atau sosial media lainya. Terimakasih…

Salam Pengetahuan 😆

Artikel Terkait

Bagikan: