Contoh Teks Novel Sejarah : Pelaut indonesia disandera pembajak di laut Natuna
Cerita Ini Hanya Fiktif Belaka. Jika Ada Kesamaan Nama Tokoh, Tempat Kejadian Ataupun Cerita, Itu Adalah Kebetulan Semata Dan Tidak Ada Unsur Kesengajaan
Sinopsis :
Cahyono seorang nelayan menikah dengan Leha anak kepala desa. Selama pernikahan Leha merasa tidak bahagia. Suatu hari tepat 3 tahun pernikahan Cahyono pergi melaut untuk menemukan mutiara untuk sang istri namun naas, ada pembajak menyandra mereka. Lalu para nelayan di sandera selama 1 bulan.
Karena kepergian itu Leha menyadari bahwa dia mencintai Cahyono. Setelah para nelayan di bebaskan mereka hampir mati karena tidak di beri makan. Leha khawatir terjadi sesuatu pada Cahyono. Akhirnya mereka hidup bahagia.
Alur : maju-mundur-maju cantikk
Pelaut indonesia disandera pembajak di laut Natuna
Terdengar riuh suara ombak, angin berhembus sedikit kencang menerpa wajah seorang wanita yang sedang duduk menekuk kaki di atas hamparan pasir putih. Matanya menatap cincin bermata mutiara di tangannya. Satu tetes air mata terjatuh di pergelangan tangan kanannya.
“Budhe.” panggil seorang anak perempuan yang tiba-tiba berada di belakang wanita itu.
“Intan ada apa, nak?” tanyanya pada keponakannya.
“Gak apa-apa, Cuma mau kesini aja.” Anak perempuan ikut duduk di sebelah wanita itu.
“Wahh… cincinnya indah” puji anak perempuan saat melihat cincin di tangan Budhenya.
Si wanita menoleh lalu tersenyum. “Mau tau gak, Tan. Cerita gimana Budhe bisa dapat cincin ini.”
“Mau, Budhe,” jawab Intan antusias.
Flashback
Seorang pemuda gagah berjalan di pinggir pantai, sesekali tersenyum melihat ke dalam genggaman tangan kanannya. Di tangan kirinya menenteng ikan hasil tangkapannya.
“Tuh si Yono kenapa ya?” tanya penasaran Aming pada orang-orang.
“Gak tau juga Ming.”
Nelayan tampan, itulah panggilan orang-orang pada Cahyono si pemuda gagah tinggi berwajah tampan. Cahyono mulai bekerja sebagai nelayan sejak ayahnya meninggal dunia 10 tahun yang lalu. Saat itu Cahyono berumur 15 tahun ayahnya pergi meninggalkannya dengan sang ibu. Mau tidak mau dia harus menjadi tulang punggung untuk keluarganya.
Cahyono menikah dengan Leha anak kepala desa. Keduanya menikah bukan atas dasar cinta. Pernikahan itu terjadi karena rasa terima kasih ayah Leha pada Cahyono karena telah menyelamatkan hidupnya. Awalnya Cahyono menolak karena merasa tidak pantas bersanding dengan Leha. Bukan masalah rupa, kalau masalah itu Cahyono si nelayan tampan pantas bersanding dengan Leha gadis tercantik di desanya. Yang membuat Cahyono berkecil hati karena kondisi keuangannya berbeda dengan Keluarga Leha. Dia takut tidak dapat membuat Leha bahagia. Atas desakan pak kepala desa akhirnya Cahyono bersedia menikah dengan Leha. Hampir 3 tahun menikah pasangan Cahyono dan Leha belum memiliki keturunan.
“Aku pulang.”
Cahyono berjalan ke arah dapur meletakan ikan hasil tangkapannya, lalu masuk kekamarnya. Dilihatnya sang istri terduduk di pinggir kasur sambil melipat beberapa pakaian.
“Dek,” panggil Cahyono.
Leha bergeming, dirinya masih fokus melipat pakaian tanpa memperdulikan panggilan sang suami. Meski hampir 3 tahun menikah, Leha masih tidak menerima pernikahan itu.
Cahyono memberanikan diri mendekati Leha. Lalu ikut duduk di sebelah sang istri.
“Dek, Ini…” Cahyono menunjukan gelang emas di telapak tangannya di depan wajah Leha. “Mas beli ini untuk kamu.”
Pergerakan tangan Leha terhenti, ditatapnya gelang pada telapak tangan Suaminya. Diambilnya gelang itu lalu di lemparnya kesembarang arah.
“Berhentilah memberiku benda seperti itu! Apa kau tau, gara-gara aku memakai perhiasan yang kau berikan teman-temanku menertawakanku!” Cahyono tercengang mendengar tuturan istrinya.
“Maafkan mas.” Cahyono menundukan kepalanya. Leha berjalan keluar kamar.
Cahyono tau bahwa sang istri sering di ejek karena memakai perhiasan palsu. Cahyono tau itu, tapi mau bagaimana lagi dia hanya bisa membelikan yang itu. Dia bisa saja membelikan yang asli dengan semua penghasilannya, tapi bagaimana dengan kebutuhan yang lain.
***
“Yono” panggil Aming membuyarkan lamunan Cahyono. “Ngapain malam-malam di sini?”
Maksud perkataan Aming di sini adalah di pantai, saat ini Cahyono terduduk menghadap pantai. Setelah apa yang dilakukan Leha siang tadi, Cahyono pergi ke luar rumah sampai saat ini belum pulang.
“Cuma mau disini aja”
“Ada masalah sama Leha?” tanya Aming yang saat ini sudah duduk di sebelah Cahyono.
Cahyono hanya diam. Meskipun tidak mengatakan tapi Aming tau ada masalah antara Cahyono dan Leha. Aming sudah mengenal Cahyono sejak dulu. Bahkan Aming menganggap Cahyono seperti adek kandungnya. Aming pun tau hubungan Cahyono dan Leha bermasalah.
“Cerita aja Yon”
Cahyono menoleh ke arah Aming dan langsung memeluknya. Aming membalas pelukan itu tangannya mengusap punggung Cahyono.
“Yono pengen banget buat Leha bahagia mas…” air mata Cahyono membasahi baju Aming “Yono sudah berusaha mas, tapi Leha masih tidak mau membuka hatinya.”
“Sabar aja, dan juga jangan lupa doain terus. Insyallah nanti dia bakal berubah dan bisa nerima kamu.”
“Pengen banget Yono nyerah dan mengiyakan keinginan Leha untuk bercerai”
“Sstttt… Amit-amit jangan sampai cerai Yon. Ingat Emak.”
“Yono, tau gak besok si Ujang mau ke laut Natuna”
“Ngapain?” Cahyono melepaskan pelukannya lalu melap sisa air mata di wajahnya.
“Cari kerang,” jelas Aming.
“Huh?” Alis Cahyono mengerut.
“Sekarang kan bulan Juni, lagi panen kerang. Katanya sih ada mutiaranya” jelas Aming.
Mutiara? Apa Leha akan senang jika aku memberikannya itu, batin Cahyono
“Mas, Yono pulang duluan,” Cahyono berujar kemudian berlari meninggalkan Aming.
“Eh tuh anak kenapa?” gumam Aming.
***
Setelah meninggalkan aming begitu saja, Cahyono pergi menemui Ujang untuk meminta ijin ikut pergi ke laut Natuna besok. Ujang memperbolehkan dan bilang mereka akan berangkat jam 5 pagi besok.
Ayam berkokok menandakan matahari sudah terbit, pagi itu Cahyono bersiap-siap akan berangkat. Saat akan membuka pintu sang Ibu memanggilanya.
“Nak, mau kemana pagi-pagi begini?”
Cahyono terdiam, karena bingung harus menjawab apa ke ibunya. Tidak mungkin dia memberitahu bahwa ingin ke laut Natuna. Pasti sang Ibu akan melarangnnya karena sangat jauh dari desa.
“M-mau bekerja Mak,” jawab Cahyono tanpa memandang mata ibunya. Maafkan Yono berbohong kepada Emak, sesalnya dalam hati.
“Bukankah ini hari minggu?” tanya Emak curiga pasalnya biasanya Cahyono bekerja setiap hari senin sampai sabtu.
“Ikan di laut lagi rame Mak, sayang kalau di anggurin.”
“Yon…” Emak mendekat ke arah Cahyono kemudian mengambil tangan sang anak. “Hari ini gak usah kerja ya. Perasaan Emak gak enak.” Entah kenapa hari ini Emak merasa berat untuk membiarkan anaknya pergi. Seperti akan terjadi sesuatu pada putranya.
“Tapi Yono harus kerja Mak. Gak usah di pikirkan mungkin Emak hanya kelelahan.”
“Tapi Yon”
“Insyallah gak ada apa-apa Mak.”
“Baiklah, Hati-hati dan segera pulang ya. Eh, Yono udah bilang ke Leha?”
“Iya Mak… Udah kok Mak. Kalau gitu Yono berangkat… Assalamualaikum.” Pamit Cahyono serta mencium tangan Ibunya.
“Waalaikumsalam.” Semoga itu hanya perasaanku saja.
***
Emak dan Leha saat ini berdiri di depan rumah. Sudah jam 11 Cahyono belum juga pulang. Emak khawatir jika terjadi sesuatu pada anaknnya. Sedang Leha, meski tidak menerima pernikahan itu tapi ada sedikit rasa khawatir dalam hatinya.
“Emak Leha, ngapain di luar?” Aming habis pulang bekerja tidak sengaja melihat dua wanita kesayangan Cahyono berada di luar.
“Cahyono Ming, belum pulang.”
“Emangnya Yono kemana, mak”
“Katanya nangkap ikan. Tapi sampai saat ini belum pulang”
Eh, bukannya minggu libur. Apa jangan-jangan Yono ikut Ujang ke Natuna? Batin Aming.
Saat aming akan membuka mulut, tiba-tiba ada warga memberitahukan berita kapal Ujang di bajak dan semua orang yang ada dalam kapal disandera. Aming terkejut tanpa sadar menyebut nama Cahyono. Emak dan Leha bingung mendengar Aming menyebut nama Cahyono namun berapa detik kemudia tubuh Emak lemas terduduk di tanah.
“Apa Cahyono ada di dalam kapal itu, Aming?” tanya Emak dengan wajah berlinang air mata. Ibu mana yang tidak khawatir menedengar anaknya dalam bahaya.
Aming bingung harus menjawab apa. Dia tidak tau apakah benar Cahyono ikut Ujang. Setelah malam itu Cahyono tidak bila apa-apa padanya.
“Aming tidak tau Mak, Cahyono gak bilang apa-apa.”
Leha mengusap punggung Emak yang menangis tersedu-sedu di pelukannya. Tanpa Leha sadari air matanya jatuh. Kenapa dengan hatiku? Kenapa sangat sakit? Batin Leha.
***
Tepat sebulan hari ini. Emak, Leha dan warga berkumpul menunggu kedatangan kapal yang di bajak. Dengan bantuan pemerintah Kapal yang dibajak berhasil diselamatkan. Ada 20 orang di sandera 18 orang selamat sisanya meninggal. Satu persatu orang yang berada di kapal keluar. Setiap orang yang keluar terlihat diwajahnya penuh luka lebam.
Di wajah Emak dan Leha terlihat kecemasan. Sudah hampir habis orang keluar dari kapal tapi Cahyono masih belum muncul. Ada rasa takut, apakah Cahyono termasuk 2 orang yang meninggal.
Leha terisak dengan tubuh begetar, kepalannya menunduk tidak ingin melihat orang yang terakhir keluar. Dia takut jika itu bukan Cahyono. Selama sebulan ini Leha baru menyadari bahwa dia memiliki perasaan pada Cahyono, suaminya. Selama 3 tahun menikah dia selalu mengelak bahwa dia mencintai Cahyono tapi karena ego yang tinggi membuatnya bersikap buruk terhadap suaminya. Sekarang dia menyesal bersikap seperti buruk.
“Kenapa menangis.” Seorang laki-laki jangkung berdiri dihadapan Leha.
Leha mendongak. sanyum itu, senyum yang selalu mehiasi wajah suaminya meski dia bersikap kasar sekalipun senyum itu tidak pernah hilang.
“Mas…” Leha langsung memeluk suaminya menumpahkan air matanya di baju Cahyono.
“Maafkan Adek.”
Cahyono penepuk pelan belakang kepala Leha yang tertutupi kerudung hitam. “Dek, Mas ada hadiah buat kamu.” Cahyono mengeluarkan benda kecil dari kantung celanannya.
Leha melepas pelukannya lalu menatap tangan suaminya. Disana ada sebuah mutiara indah berwarna merah muda. Wajah Cahyono tegang menunggu reaksi istrinya. Ada rasa takut jika sang istri tidak menerima hadiahnya.
“Apa ini alasan Mas Yono ikut Ujang ke Natuna?” tanya Leha dengan suara datar dan wajah sedikit merah.
Cahyono membungkam.
Leha tiba-tiba memeluk Cahyono. Hampir saja tubuh suaminya oleng kebelakang. “Maaf, Mas gak perlu melakukan seperti ini lagi. Leha janji akan nerima apapun yang di berikan Mas Yono… apapun itu.”
***
“Wah… Budhe beruntung banget dapat Pakdhe.”
“Kamu benar, Tan.”
“Ibu…” anak laki-laki berumur 10 tahun berlari menghampiri keponakan dan Budhe itu.
“Ada apa, Surya?” Tanya si wanita.
“Surya sama Bapa dari tadi mencari Ibu.”
Seorang laki-laki jangkung bejalan menghampiri ketiga orang berbeda usia. “Dek, ngapain disini?” tanyanya pada wanita yang memegang cincin bermata mutiara.
“Gak apa-apa.” Jawabnya sambil tersenyum sangat manis pada suaminya.
,
“Kenapa cincinya di lepas. Udah bosan ya?”
“Gak kok, Cuma mau liat aja. Gak mungkin bosan cincin ini berharga banget buat aku.”
Setelah kejadian penyanderaan di laut Natuna 12 tahun yang lalu, hubungan Cahyono dan Leha membaik. Leha tidak lagi bersikap buruk pada Cahyono. Bahkan Leha selalu menerima apapun yang di berikan Cahyono padanya entah itu barang murah ataupun mahal. 10 tahun yang lalu Emak meninggal dunia dan tepat 3 bulan setelahnnya Leha melahirkan seorang Putra yaitu Surya. Cahyono sudah berhenti jadi Nelayan 12 tahun yang lalu dan sekarang dia menjadi juragan perkebunan teh di desanya
Pengarang | Putri Aryanj |
@putr1aryani |
YUK, Bagikan juga cerita hasil karanganmu di CariPengetahuan-Id. Caranya, kirim file karangan kamu dalam bentuk word atau Pdf ke email [email protected]. Dan jangan lupa cantumkan juga URL instagran atau sosial media lainya. Terimakasih…
Salam Pengetahuan 😆